Flash News

Sumber Informasi Tanpa Basa Basi

Mail Instagram Pinterest RSS
Main Menu

AL AHMAD DANI, SAMPLE POPULARITAS DALAM PUSARAN POLITIK





















Siapa yang tidak mengenal putra sulung  penyanyi kondang Ahmad Dhani dengan mantan istrinya Maia Estianti. Ya, dialah Al Ghazali atau akrab dipanggil Al.  Remaja berusia enam belas tahun itu kini tengah naik daun dan popularitasnya di kalangan remaja tak diragukan lagi.

Selain pengaruh nama besar Ayahnya, Al memiliki wajah tampan yang menyihir gadis-gadis remaja untuk berdecak kagum. Tak heran jika di berbagai stasiun televisi dalam acara talk show, banyak yang histeris menyambut kedatangan Al. Hampir-hampir kisah Nabi Yusuf terulang di era kotemporer yang  menyanjung budaya glamour dan popularitas.

Publik kembali tersentak saat euforia Pemilu Legislatif bulan April kemarin, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berniat menjadikan Al putra Ahmad Dhani sebagai salah satu juru kampanye. Wacana PKB tersebut disikapi banyak pihak, mulai dari KPU, pengamat politik, hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Maklum, Al belum  berusia 17 tahun dan tentu belum memiliki hak pilih.

Peristiwa yang ikut mewarnai riuh-redam kondisi politik pra dan pasca pemilihan legislatif itu tentu saja menyisakan pelajaran politik yang cukup berharga. Ada pesan tersirat yang bisa kita pahami dari wacana yang bergulir untuk melibatkan Al dalam kampanye sebuah partai politik. Ini menandakan, praktik politik di negeri ini masih dalam tataran pragmatisme yang sangat sempit. Melibatkan artis kondang guna menarik simpati rakyat adalah tindakan kurang etis dan justru menambah kesemprawutan demokrasi.

Parahnya, hampir semua partai politik melibatkan industri public figure dalam kampanye Pileg kemarin. Mulai dari penyanyi dangdut ibu kota hingga bintang sinetron menjadi andalan untuk menarik perhatian publik secara massif. Dan lihatlah, kita menyaksikan tokoh elite politik, Caleg bahkan para capres bukan lagi menjadi icon politik dalam menarik simpati, melainkan hanya sebagai dagelan yang tidak dihiraukan masa. Ada cerita lucu, saat penyanyi dandut berlenggak-lenggok di atas panggung, massa begitu antusias mengikuti jalanya kampanye. Giliran tiba caleg dan elit politik menyampaikan visi dan misi, masa-pun bubar.

Lalu, apakah yang  hendak diberikan partai politik pada masyarakat? Apakah hiburan dengan menampilkan sederet artis papan atas guna mengeruk masa? Menghadirkan artis yang tampan dan rupawan guna menggaet pemilih pemula?

Seharusnya, partai politik tidak terjebak dalam sengkarut jualan popularitas artis untuk menarik simpati publik. Dan kita beruntung, wajah tampan dan pesona Al Ahmad Dhani tidak jadi menghiasi agenda kampanye. Al Ghazali putra sulung Ahmad Dhani hanya sample premis mayor betapa pentingnya popularitas dalam praktik berpolitik di negeri ini.


Author : Ady Ismavean