Deretan peristiwa
kembali mencoreng wajah pendidikan negeri ini. Tengoklah, mulai dari kasus
pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS), tawuran remaja,
pornografi di sekolah, karut-marut Ujian Nasional hingga yang paling mutakhir,
siswa yunior Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), tewas dianiaya seniornya.
Siswa asal Kota Medan
bernama Dimas Dikita Handoko (19), meninggal pada Jum’at, 25 April 2014 setelah
di aniaya seniornya. Dunia Pendidikan Tinggi kembali tercoreng.
Bukan kali ini saja
kekerasan berujung kematian peserta didik mewarnai dunia pendidikan negeri ini.
Beberapa tahun silam nama besar Institut Praja Dalam Negeri (IPDN) yang dulunya
bernama STPDN juga digegerkan dengan kematian peserta didiknya akibat aksi
kekerasan senior kepada yuniornya. Publik seolah disuguhi rentetan kekerasan
yang terus berulang, bahkan membudaya.
Belum lagi kasus
tawuran pelajar. Di kota besar macam Jakarta, Surbaya, Medan dan Makasar,
tawuran pelajar atau mahasiswa acap kali terjadi hampir setiap pekan. Masih segar dalam
ingatan kita tawuran pelajar dua SMA favorit di Jakarta yang merenggut korban
jiwa. Sungguh, dunia pendidikan Indonesia dalam kondisi darurat, seperti yang
dinyatakan sendiri oleh Mendikbud Moh. Nuh.
Sejatinya, di ranah
ilmu pengetahuan dan intelektual, kekerasan adalah mutlak haram. Atas nama
apapun. Alasan mendisiplinkan hingga membela kebenaran, tidak bisa dijadikan
argumentasi untuk membenarkan tindak kekerasan. Apalagi alasan remeh temeh macam senggolan di konser
dan dendam temurun antara senior-yunior.
Kesuraman pendidikan
negeri ini bukan hanya berhenti di sini. Kontroversi kebijakan sertifikasi
guru, nasib guru honorer, kisruh komersialisasi pendidikan, hingga prahara yang
mewarnai pemberlakuan Kurikulum 2013
Para pemangku
kepentingan dalam bidang pendidikan mulai dari Satuan Pendidikan, Guru, Peserta
didik dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seyogyanya melakukan refleksi
dan evaluasi. Kemuraman wajah pendidikan Indonesia sudah di ambang
mengkhawatirkan. Pendidikan adalah investasi, bukan hanya untuk Indonesia saat
ini. Terpenting adalah wajah Indonesia esok, lusa dan selamanya.
Author : Ismavean









