Rindu datangnya
Ramadhan selalu hadir di tiap sanubari masyarakat muslim. Ada yang begitu antusias
bergembira secara natural dan keikhlasan dalam menyambut datangnya bulan penuh
berkah ini. Dan adapula yang ikut tren : tiba-tiba saja mendadak religius
dan Islami sekali menjelang dan saat
bulan Ramadhan.
Memang fenomena Ramadhanisasi
begitu marak. Mushola dan
masjid-masjid yang biasanya “kosong melompong” segera berlomba membuat
jadwal kultum dan takjil. Da'i dan penceramah populer segera saja kebanjiran job
dan pesanan. Artis-artis mendadak berbenah diri, bergaya Islami dan
ramai-ramai memamerkan religiusitas mereka di hadapan kamera. Sama
ketika menyambut datangnya momentum hari besar lain. Jadi untuk kalangan
industri hiburan, jangan heran. Mereka itu pandai menangkap peluang menjadi
momentum jitu mencari uang. Memang itu pekerjaan mereka. Hal yang sama dalam
memanfaatkan berkah Ramadhan ini juga dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh
pedagang mercon (petasan), kembang api, busana muslim, dan pedagang
aksesori ramadhan lainya. Tidak kalah menarik adalah berbagai media termasuk cybernews
yang memoles tampilan mereka menjadi lebih religius dan bernuansa ramadhan. Kolom
pencerahan dan ruhani juga hadir sebagai program andalan.
Kembali ke soal Ramadhan
dan ibadah puasa. Bertolak dari firman Allah SWT tentang kewajiban berpuasa : “Wahai
orang-orang yang beriman, sungguh telah diwajibkan atas kalian untuk
melaksanakan puasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian, agar kalian bertaqwa” (Q.S Al Baqarah : 183)
Jadi, puasa adalah “kurikulum
lama”, karena perintah berpuasa juga telah disyariatkan atas orang-orang,
bangsa-bangsa, dan peradaban sebelum Islam. Jelas indikator yang harus dicapai
setelah melaksanakan puasa adalah derajat ketaqwaan. Puasa menuju taqwa.
Muara dari segala
ibadah kepada Allah adalah taqwa. Bukan sekedar fenomena ibadah musiman yang
jika sudah selesai bubar jalan. Bukan puasa yang sekedar tradisi simbolis,
namun puasa sebagai penyegaran ruhani dan jalan menuju taqorub illalloh (mendekatkan
diri kepada Allah)
Sederhana saja, jika
anda ikhlas dan tanpa berat hati melaksanakan puasa, semoga saja itu jalan
menuju taqwa. Namun jika anda merasa berat dan melaksanakan puasa hanya karena
malu dengan rekan, keluarga dan komunitas, ini gejala berbahaya. Kemudian, jika ibadah
anda naik secara signifikan di bulan Ramadhan ini, baik kualitas (ahsanu ngamalan) maupun
kuantitas (aktstaru ngamalan) maka semoga itu adalah indikator
ketaqwaan. Namun bila anda lebih suka menghabiskan waktu puasa di balik
selimut, jalan-jalan di pasar, atau main game seharian, ini gelagat
kurang baik.
Mari menyongsong dan menjalani bulan puasa dengan gembira, jiwa yang bersih, dan tekad yang kuat untuk
mengharap pahala-Nya. Karena hadits yang masyhur (terkenal) telah memberi kabar
gembira : “barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan dengan mengharap pahala
dan ketaqwaan, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau” (H.R
Muslim)
Wallahu a’lam bi
shawab
Author : Adi Ismavean









