Substansi.com - Lailatul qadar adalah suatu malam yang ditetapkan
Allah sebagai malam yang istimewa. Ada dua pengertian mengenai maksud malam
tersebut. Pertama, lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Kedua, lailatul qadar
adalah waktu ditetapkannya takdir tahunan. Kedua makna ini adalah maksud dari
lailatul qadar.
Mengenai artian sebagai waktu penetapan takdir sebagaimana disebutkan
dalam ayat berikut :
فِيهَا
يُفْرَقُ
كُلُّ
أَمْرٍ
حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah.” (QS. Ad Dukhon: 4). Qotadah berkata, “Yang dimaksud adalah pada malam
lailatul qadar ditetapkan takdir tahunan.”
(Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 13: 132)
Kapan
terjadinya Lailatul Qadar ?
Lailatul Qadar sendiri
terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ
الْقَدْرِ
فِى
الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ
مِنْ
رَمَضَانَ
“Carilah lailatul
qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020
dan Muslim no. 1169).
Maksud dari hadits tersebut
adalah semangat dan bersungguh-sungguhlah mencari lailatul qadar pada sepuluh
hari tersebut. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 53.
Terjadinya lailatul
qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ
الْقَدْرِ
فِى
الْوِتْرِ
مِنَ
الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ
مِنْ
رَمَضَانَ
“Carilah lailatul
qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari no. 2017).
Kapan tanggal pasti
lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan
empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat
dari berbagai pendapat yang ada adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam
ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah
dari tahun ke tahun (lihat Fathul Bari, 4: 262-266 dan Syarh Shahih Muslim, 6:
40).
Mungkin pada tahun
tertentu terjadi pada malam ke-27 atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya
terjadi pada malam ke-25, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah
Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْتَمِسُوهَا
فِى
الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ
مِنْ
رَمَضَانَ
لَيْلَةَ
الْقَدْرِ
فِى
تَاسِعَةٍ
تَبْقَى
،
فِى
سَابِعَةٍ
تَبْقَى
،
فِى
خَامِسَةٍ
تَبْقَى
“Carilah lailatul
qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan
lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021)
Para ulama mengatakan
bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul
qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika
lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah
orang-orang akan bermalas-malasan (lihat Fathul Bari, 4: 266).
Tanda-Tanda
Malam Lailatul Qadar
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata :
وَقَدْ
وَرَدَ
لِلَيْلَةِ
الْقَدْرِ
عَلَامَاتٌ
أَكْثَرُهَا
لَا
تَظْهَرُ
إِلَّا
بَعْدَ
أَنْ
تَمْضِي
“Ada beberapa dalil
yang membicarakan tanda-tanda lailatul qadar, namun itu semua tidaklah nampak
kecuali setelah malam tersebut berlalu.” (Fathul Bari, 4: 260).
Di antara yang menjadi
dalil perkataan beliau di atas adalah hadits dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ
اللَّيْلَةُ
الَّتِى
أَمَرَنَا
بِهَا
رَسُولُ
اللَّهِ
-صلى
الله
عليه
وسلم-
بِقِيَامِهَا
هِىَ
لَيْلَةُ
صَبِيحَةِ
سَبْعٍ
وَعِشْرِينَ
وَأَمَارَتُهَا
أَنْ
تَطْلُعَ
الشَّمْسُ
فِى
صَبِيحَةِ
يَوْمِهَا
بَيْضَاءَ
لاَ
شُعَاعَ
لَهَا.
“Malam itu adalah
malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan
tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa
memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762).
Dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ
القَدَرِ
لَيْلَةٌ
سَمْحَةٌ
طَلَقَةٌ
لَا
حَارَةً
وَلَا
بَارِدَةً
تُصْبِحُ
الشَمْسُ
صَبِيْحَتُهَا
ضَعِيْفَةٌ
حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah
malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu
dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak
kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat
Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.)
Jika demikian, maka
tidak perlu mencari-cari tanda lailatul qadar karena kebanyakan tanda yang ada
muncul setelah malam itu terjadi. Yang mesti dilakukan adalah memperbanyak
ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, niscaya akan mendapati malam penuh
kemuliaan tersebut.
Jangan Memilih Malam
Ganjil, Malam Lailatul Qadar Bisa Jadi di Malam Genap
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menyebutkan bahwa sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencari malam
lailatul qadar di seluruh sepuluh hari terakhir. Karena keseluruhan malam
sepuluh hari terakhir bisa teranggap ganjil jika yang dijadikan standar
perhitungan adalah dari awal dan akhir bulan Ramadhan. Jika dihitung dari awal
bulan Ramadhan, malam ke-21, 23 atau malam ganjil lainnya, maka sebagaimana
yang kita hitung. Jika dihitung dari Ramadhan yang tersisa, maka bisa jadi
malam genap itulah yang dikatakan ganjil. Dalam hadits datang dengan lafazh :
الْتَمِسُوهَا
فِى
الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ
مِنْ
رَمَضَانَ
لَيْلَةَ
الْقَدْرِ
فِى
تَاسِعَةٍ
تَبْقَى
،
فِى
سَابِعَةٍ
تَبْقَى
،
فِى
خَامِسَةٍ
تَبْقَى
“Carilah malam
lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Bisa jadi lailatul
qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang
tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021).
Jika bulan Ramadhan 30
hari, maka kalau menghitung sembilan malam yang tersisa, maka dimulai dari
malam ke-22. Jika tujuh malam yang tersisa, maka malam lailatul qadar terjadi
pada malam ke-24. Sedangkan lima malam yang tersisa, berarti lailatul qadar
pada malam ke-26, dan seterusnya (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25: 285).
Posted by : Soul
Sumber : muslim.or.id









