Flash News

Sumber Informasi Tanpa Basa Basi

Mail Instagram Pinterest RSS
Main Menu

Inspirasi Dari Negeri 5 Menara

Pernahkah mendengar kisah tentang Negeri 5 Menara? Bagi penikmat film, pasti sudah tidak asing dengan kisah lima sahabat yang dijuluki shahibul menara. Digubah dari novel dengan judul yang sama karya penulis A. Fuadi. Berikut resensi sekaligus inspirasi dari Negeri Lima Menara.

Adalah lembaga pendidikan bernama Pondok Madani (aslinya adalah Pondok Modern, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur) yang mengisahkan perjalanan lima sahabat bernama Alif Fikri, Said, Raja, Baso, dan Atang. Mereka datang ke Pondok Madani dari berbagai penjuru.

Tokoh utama, Alif Fikri adalah lulusan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs) asal Maninjau, Sumatera Barat yang mutung kepada amaknya  karena tidak boleh melanjutkan ke SMA impianya. Ia justru dipaksa melanjutkan ke sekolah berbasis agama. Dengan setengah hati, ia memutuskan untuk hijrah  ke  pelosok Jawa Timur dan menimba ilmu di sebuah desa di atas bukit. Itulah Pondok Madani. Alif berangkat dengan membawa rasa kesal dan iri, karena teman sekelas sekaligus saingan beratnya di MTs, Randai, melenggang bebas masuk ke SMA favorit.

Singkat cerita, Pondok  Madani menyuguhkan pendidikan yang penuh disiplin, keras, dan menginspirasi. Hadiah pertama masuk asrama bagi lima sahabat itu adalah dijatuhi hukuman karena terlambat mengikuti shalat Magrib berjamaah.

Kemudian sosok ustadz  Salman yang mempresentasikan kalimat ajaib “Man Jada Wa Jada”, pepatah Arab yang artinya “siapa yang bersungguh-sungguh, pasti berhasil”. Ustad Salman membuktikan teori itu dengan membawa sebatang kayu untuk dipatahkan dengan golok yang tumpul lagi berkarat. Seperti hal yang mustahil. Nyatanya, dengan kesungguhan dan pantang menyerah, dalam kelelahan sepotong kayu itu akhirnya patah menjadi dua bagian.

Kekaguman pembaca akan situasi belajar Pondok Madani semakin bertambah ketika Alif dan keempat sahabatnya mempelajari bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa keseharian asrama. Pantang menyerah, tekun, dan berani melakukan lebih adalah tindakan ampuh untuk memungkinkan apa yang kelihatanya tidak mungkin.

“Jika orang lain melakukan 10, maka kita harus melakukannya lebih banyak lagi. Jika orang biasa hanya sanggup belajar tiga halaman, kita harus lima sampai sepuluh halaman. Kita adalah orang luar biasa yang tidak suka diperlakukan biasa. Dan kita adalah istimewa, bukan orang biasa.”

Kelima sahabat ini dijuluki shahibul menara karena hobi mereka berdiskusi, bercerita, dan berbagi rasa di bawah menara masjid. Di  sini tergambar begitu indah kisah persahabatan mereka. Senang, susah, hingga duka dan haru menjadi alur sistematis yang sangat layak dinikmati pecinta sastra fiksi.
Di akhir cerita, negeri lima menara memilih happy ending alias akhir yang bahagia. Alif menjadi wartawan senior di Whasington, Amerika Serikat.  Mimpi dan harapanya berkarya di benua temuan Chirstoper Colombus itu terwujud berkat kalimat ajaib “ Man Jadda Wa Jada”.

Bagaimana kisah empat sahabat lainya? Simak saja sendiri ceritanya dengan membeli novel di toko buku terdekat.
Salam Inspirasi.


Author         : Ismavean