Demi langit dan suatu yang datang di waktu malam
Tahukah engkau apakah yang datang di suatu malam itu?
Adalah bintang yang bersinar tajam
Sesungguhnya setiap jiwa
ada penjaganya
Dan hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan
(Q.S At Thariq 1 – 5 )
Sejatinya manusia
menghendaki ketenangan, keheningan dan kenyamanan. Bukan semata ketenangan pada
ruang yang berdimensi, terpenting adalah ketenangan hati dan pikiran.
Pasca Pilpres 9 Juli
lalu, masyarakat Indonesia perlu mengendapkan hati. Mendinginkan suhu politik
yang memanas fluktuatif. Terlebih di bulan ramadhan yang penuh ampunan,
tentu tidak elok larut dalam perpecahan hanya karena perbedaan pilihan politik.
Mari kita refleksi dan relaxsasi. Mengkaji tafsir firman Allah SWT dalam Q.S At
Thariq : sesuatu yang datang di waktu malam. Hingga di remang dan petang, saya
baca salah satu surah di juz 30 itu berulang-ulang.
Sesuatu yang datang
di waktu malam, adalah bintang yang bersinar terang. Akur bersama rembulan di
pucuk cakrawala. Sinarnya memantul dari permukaan air yang bening. Menyajikan
sederet kekaguman dan pernyataan, betapa romantisnya Tuhan menciptakan alam
raya ini.
Kemudian, Ia
mengingatkan. Bahwa setiap jiwa manusia ada penjaganya. Haqul mustahil, manusia
itu idenpenden dan berdiri sendiri. Logikanya, siapa yang menjamin peredaran
darah mengalir begitu sempurna, bersinergi dengan detak jantung dan helaan
nafas? Siapa yang menjamin bahwa mata berkedip begitu teratur hingga lensa dan
kornea mata tetap leluasa menikmati indahnya alam raya?
Robot mana dan jenis
apa yang bisa demikian? Ketika ruas jari begitu teratur? Kulit yang begitu
peka? Maha suci Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik rupa.
Karena nikmat terbesar adalah anugerah hidup dan kehidupan.
Untuk itulah, di
surat At Thariq Allah mengingatkan : “hendaklah manusia memperhatikan dari apa
dia diciptakan”. Ini bukan main-main, semacam warning bahkan teguran.
Terkadang, betapa
sombongnya kita, hanya karena merasa pencapaian kita lebih unggul dari
beberapa orang di sekeliling kita. Betapa congkaknya kita, saat tertawa
terbahak dan mati rasa, seolah hidup adalah selamanya. Kita akui, terlalu banyak
umur kita terbuang untuk lupa pada-Nya. Maka berbanyak-banyaklah mengingat nikmat-Nya. "Fa amma binikmati Robbika, fahadits".
Terakhir, di surat At
Thariq ditegaskan, bahwa Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikan manusia
dari kematiannya, kemudian menuntutnya untu mempertanggungjawabkan apa yang
sudah diperbuat semasa hidupnya. Seperti Allah menghidupkan batang pohon
singkong yang telah dipotong-potong menjadi tunas yang hidup dan tumbuh subur.
Atau biji mati yang ditanam kemudian tumbuh tunas dan daun yang indah. Itulah
kekuasaan Tuhan yang tentu sulit dimengerti, baik oleh standar logika maupun
disiplin ilmu yang telah melakukan research and development. Sampai
jumpa lain waktu.
Author : Adi Esmawan









