Masyarakat harus cerdas dan teliti dalam memilih obat di saat sakit. Selain harus sesuai dengan resep dokter, obat yang dikonsumsi harus terjamin, baik dari segi keamanan, dosis, indikasi, kontra indikasi dan aturan pakai. Bagi penganut agama Islam, aspek "halal" dari perspektif syariah juga menjadi hal penting dalam memilih obat dan makanan. Agama Islam melarang penganutnya untuk mengkonsumsi beberapa jenis daging hewan, salah satunya adalah Babi. Unsur
daging babi merupakan unsur yang sering
terkandung dalam makanan dan obat
karena fungsinya sebagai pengawet makanan agar tahan lama, walaupun sisi
negatifnya lebih banyak seperti tingginya lemak, kolestrol, dan adanya cacing parasit yang
merugikan manusia.
Oleh karena itu, konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur tentang kandungan yang terdapat dalam obat, termasuk apakah obat tersebut mengandung babi atau tidak. Obat yang mengandung babi sangat mudah dikenali, yaitu dengan melihat tanda khusus berupa tulisan mengandung babi berwarna hitam dalam kotak berwarna hitam dengan warna dasar putih. Hal ini sesuai dengan aturan yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kedaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan, mewajibkan produsen mencantumkan tanda khusus berupa tulisan mengandung babi berwarna hitam dalam kotak berwarna hitam dengan dasar warna putih.
Sampai dengan 31 Desember 2013, tercatat hanya 3 obat yang mengandung babi yaitu obat yang mengandung heparin molekul rendah, berdasarkan database nomor izin edar yang telah dikeluarkan BPOM. Ketiga obat itu adalah Lovenox injeksi mengandung Enoxaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Aventis Indonesia, NIE DKI 0185600143A1; Fraxiparin injeksi, mengandung Nadroparin Calcium, didaftarkan oleh PT. Glaxo Welcome Indonesia, NIE DKI 0585100343A1; dan Fuluxum injeksi, mengandung Parnaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Pratapa Nirmala, NIE DKI 0697600443A1.
Kepala BPOM Roy Sparringa menyatakan bahwa obat-obatan yang beredar di Indonesia diwajibkan mendapatkan izin edar dari BPOM dan harus memenuhi persyaratan aman, berkhasiat, dan mutu. Selain itu juga harus mencantumkan nama produk, merek dagang, nama badan usaha yang memproduksi atau memasukkan ke wilayah Indonesia, komponen pokok obat, tata cara penggunaan, tanda peringatan, efek samping dan kadaluwarsa obat.
Pernyataan yang dikeluarkan BPOM ini sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat, sebagai bagian dari sediaan farmasi, harus memenuhi syarat aman, berkhasiat dan bermutu serta hanya diedarkan setelah mendapat izin edar melalui mekanisme registrasi obat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi hotline Halo Kemkes <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id, dan alamat email kontak@depkes.go.id
Kontributor : Galuh Candra Irawan









