Pasca tumbangnya rezim
orde baru yang dikenang sebagai rezim terkorup,
era reformasi justru menyuguhkan fakta bahwa penyakit kronis yang benama
korupsi semakin parah. Korupsi kian akut menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara, kian canggih dengan beragam modus operandi. Dari tingkat desa/kelurahan
sampai elite di senayan, korupsi adalah bayang-bayang semu lingkaran hitam
politisi, birokrasi, dan pengusaha rakus di negeri ini.
Ada yang menarik, dari
data yang dirilis oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) beberapa waktu lalu,
dari tahun 2002 – 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduduki
peringkat pertama dengan 113 kader terlibat korupsi. Disusul oleh Partai Amanat
Nasional (PAN), Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB.
Partai Demokrat dan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyumbangkan mantan Ketua Umum dan Presidenya
dalam jeratan kasus korupsi (Anas Urbaningrum dan Lutfi Hasan Ishaq) mendapat peringkat
di bawah dua persen. PKS justru menjadi
partai yang kadernya paling sedikit
tersandung kasus korupsi dan Partai Demokrat hanya 1,7%.
Tentu saja, munculnya nama
besar PDI Perjuangan yang terkenal sebagai partainya “wong cilik” dan telah
sepuluh tahun menjadi partai oposisi mengagetkan berbagai kalangan. ICW juga
bukan lembaga abal-abal yang tidak sembarangan merilis data seputar kasus
korupsi.
Mulai oktober mendatang, PDIP adalah partai penguasa
dengan terpilihnya Jokowi – Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam
pemilu 2014 yang lalu. Kita berdo’a, semoga kepemimpinan beliau membawa
Indonesia lebih gemilang dan semakin berani memerangi korupsi di negeri ini,
termasuk melawan korupsi di partai pengusungnya. Selamat berjuang Jokowi – JK !









